Pandangi Alam Seperti Alam Mengamatiku

0
8:52:00 AM
foto : Rudy Dhaulagiri

Seperti itulah kurang lebihnya, view yang ingin aku nikmati setiap pagi dan setiap harinya. Di tempat asalku Wonosobo tidaklah sulit untuk mendapatkan pemandangan yang seperti ini, tapi di tempat domisiliku  sekarang di Yogyakarta sangat tidak memungkinkan aku untuk menikmatinya setiap hari.

Memandang hijaunya daun dan birunya langit, Merasakan segarnya embun dan damainya hempasan angin. Sekalinya aku pulang mudik, tidak henti - hentinya aku terus memandang. Aku yang sebagai penikmat alam bukanlah hal yang membosannkan jika seharian duduk di dekat jendela, memandang lepas dan luasnya alam dengan mendengarkan sebuah lagu, 
Saybia - The Second You Sleep


Situasi dan kesempatan ini untuk bisa menikmatinya sangatlah mendukung aku untuk mengenang segala yang terlewati dan yang aku alami. Merenung, mencermati dan menyadari. Tak jarang juga air mata mengiringi. Bukan suatu sesal yang aku rasakan. Di setiap kejadian yang pernah dan sedang aku alami sekarang berasa semua tergambar kembali. Cukup aku meletakkan telapak tanganku di dada berharap merasakan getaran jantungku. Nafas yang berat membuat segala yang aku pikirkan menjadi ringan. Terlebih terhadap suatu kenangan. Dengan lagu pendukung ini, rindu dan harap menyerangku. Aku cuma bisa nikmati semua.

Berbicara kepada alam seperti Tuhan berada di depanku. Karena aku percaya tuhan ada dimana - mana. Meski Tuhan Tidak menyahutku, aku yakin dia mendengar. Alam yang aku nikmati juga sebenarnya sedang mengamatiku. Alam tahu yang aku rasakan dan yang aku pikirkan. Dengan sedikit berspiritual dengan alam, kedamaian dan ketenangan aku rasakan. Segala tangis sedih akan menjadi sebuah tangis dengan senyum manis. Seperti kata buku yang pernah aku baca, kurang lebihnya seperti ini, 

"Gunung-gunung berdiri dengan tinggi, kuat dan gagah. Tanpa bergerak, mereka menahan hujan, salju, angin dan api. Mereka memberi tempat berlindung dan kehidupan bagi tak terbatas tumbuh-tumbuhan dan hewan, pohon dan bunga liar, tanpa mempertimbangkan apakah mereka layak menerimanya atau tidak. Mereka berdiri dimana mereka telah berdiri selama jutaan tahun, di mana mereka akan berdiri selama jutaan tahun yang akan datang, sambil dengan damai melihat ke luar ke daratan dan laut. Mereka tidak menentang perjalanan waktu atau perubahan yang dibawa waktu. Mereka tidak menghalangi kehidupan yang bergetar tanpa henti melalui mereka atau letih menghadapi setiap hari baru. Dengan waktu, mereka menyembuhkan luka di hari kemarin tanpa kuatir tentang hari esok."  (*Green Spirituality, Veronica Ray - 1996)

Hijau yang tampak di depanku dan alunan lagu yang aku dengar membantu aku untuk mengikhlaskan setiap dan segala yang aku miliki hilang ataupun pergi, tanpa memaksanya harus kembali lagi walau sebenarnya hati berharap.



About the author

Donec non enim in turpis pulvinar facilisis. Ut felis. Praesent dapibus, neque id cursus faucibus. Aenean fermentum, eget tincidunt.

0 komentar:

Komentar anda akan saya terima, dan saya berhak untuk mempublikasikan atau tidak