SAAT KECILKU...

0
6:50:00 AM

Menutupi kesedihanku. Bahkan ketika kecil pun aku sudah belajar berbohong. Bukan hanya belajar berbohong. Bahkan aku mempraktekannya. Alasannya simpel. Aku berbohong karena aku malu. Aku malu menangis sedih. Aku tidak mau terlihat lemah. Aku berbohong karena aku ingin terlihat tegar.

Malam itu, seseorang berpamitan padaku. Seseorang yang pernah berperan sebagai teman, kakak, sekaligus ibu buat aku. Seseorang yang sangat tulus menemani dan merawatku. Seseorang yang sehari – harinya memberikan perhatian kepadaku tiba – tiba memutuskan untuk pergi merantau ke Jakarta. Sebenarnya ingin sekali aku marah waktu itu, bagaimana bisa dia pergi meninggalkanku begitu saja? Tidak terpikirkah bagaimana aku tanpanya? Setidaknya terlintas kah dipikirannya, setelah dia pergi adakah pengganti dirinya untukku?

Namun untuk mengatakan apa yang aku rasakan aku tak bisa. Aku tak bisa mengutarakan pertanyaan – pertanyaanku. Untuk memperlihatkan padanya bahwa aku akan kehilangan pun tidak bisa. Aku Cuma bisa bilang iya... iya... iya... ketika dia menyampaikan pesan – pesan untukku. Dan aku Cuma bisa bilang hati – hati.... kata yang sebenarnya aku tidak ingin dia pergi.
Sejak pertemuan dengannya yang terakhir aku sangat sedih. Aku sangat kehilangan. Yang terbayang olehku adalah aku tidak bisa melihatnya lagi. Dan lebih menyedihkan lagi aku tidak mempunyai siapa - siapa lagi yang seperti dia. Kesedihanku terasa lebih sesak lagi karena aku tahan air mataku. Aku malu untuk menangis.
Ketika merasa aman di dalam rumah, aku menangis. Aku sudah pastikan tidak akan ada yang melihatku. Tidak ada orang di rumah selain aku. Aku menangis sekencang – kencangnya. Aku menangis sepuasnya. Setelah aku merasa lebih lega aku berhenti menangis. Karena sepertinya sudah waktunya aku berhenti menangis, takkan lama lagi akan ada yang pulang. Aku berhasil berhenti menangis. Namun hanya beberapa saat. Aku kembali lagi teringat. Seseorang itu telah pergi...
“ Kamu kenapa? “ Aku kaget. Aku tidak mendengar kepulangannya tiba – tiba nenek membuka pintu tanpa mengetuknya dan bertanya sama kagetnya padaku.
“ Tidak apa – apa .” Jawabku. Singkat, dengan harapan dia tidak akan bertanya apa – apa lagi.
“ Koq kamu nangis. Ayo bilang, siapa yang bikin kamu nangis. “

Aku bingung mau jawab apa. Yang jelas aku malu menangisi seseorang yang telah pergi. Aku tidak ingin mengatakan yang sebenarnya. Ketakutanku dan rasa tidak siapku menghadapi malu memberiku pilihan untuk berbohong. Seperti tidak ada pilihan lain, dan akupun berbohong. Aku mebuat cerita palsu. Aku mengatakan bahwa aku menangis karena temanku mendorongku dan menarik rambutku lalu membanting kepalaku ke pohon. Aku mengatakan itu karena aku berpikir anak kecil perempuan setegar apapun jika dianiyaya seperti itu pastilah menangis.
Nenekku pun berusaha menghiburku. Setelah aku tenang dan benar – benar berhenti menangis, nenekku menyampaikan tentang kepergian dia. Tentang kepergian seseorang yang tidak aku inginkan. Sepertinya nenek memahami rasa kehilanganku. Aku jadi menyesal karena berbohong. Padahal tanpa berbohongpun sepertinya aku akan dimaklumi jika menangis karena kehilangan.
Keesokan harinya nenekku bercerita. Bahwa dia bertemu dengan temanku. Nenekku memarahinya. Nenekku mengancamnya agar tidak melakukan kekerasan padaku lagi. Kata nenekku temanku tidak mengaku, tapi temanku ketakutan dan akhirnya Cuma mengangguk – angguk saja. Dalam hati aku semakin menyesal. Tidak seharusnya aku berbohong. Kenapa aku membuat fitnah untuk temanku? Kenapa aku harus malu menangis?
Itu ketika aku kecil. Bahkan sampai sekarang penyesalan itu belum lepas hilang. Padahal rasa kehilanganku sudah berhasil aku tepis. Dan bahkan sampai sekarang aku masih terus saja mengulang itu. Aku masih malu untuk menangis. Aku masih ingin terlihat tetap tegar menghadapi kesedihan macam apapun. Aku masih saja tidak berkata jujur tentang apa sebenarnya yang membuat aku menangis. Biasanya aku akan mengarang cerita. Biasanya aku akan mengatakan apapun yang tidak sebenarnya membuat aku sedih. Walaupun terkadang malah justru membuat aku terlihat cengeng. Tapi kadang aku merasa lega. Karena orang yang tahu atapun melihat aku menangis, tidak tahu apa yang sebenarnya membuatku sedih.


Jika kebohongan pernah sekali menyelamatkanmu, jangan berharap untuk keduakalinya. Karena tidak selamanya kebohongan menyelamatkanmu, melindungimu dan memihakmu. Menangis sajalah . . 

About the author

Donec non enim in turpis pulvinar facilisis. Ut felis. Praesent dapibus, neque id cursus faucibus. Aenean fermentum, eget tincidunt.

0 komentar:

Komentar anda akan saya terima, dan saya berhak untuk mempublikasikan atau tidak